Rumah Betang (So Langke) Identitas filsafat orang Daya'

Rumah Betang (So Langke) Identitas filsafat orang Daya'
Rumah Betang (So Langka) Spiritualitas harmoni orang Daya' . Dari So langke mengalir peradaban, budaya, tradisi, adat istiadat. So Langke simbol dari kompleksitas dan religiositas orang Daya turun temurun. Simbol keharmonisan hidup orang Daya' bersama ciptaan.

Azimat Kehidupan

Keharmonisan adalah tepat, mungkin jika tak usah mengharapkan orang lain berotak cerdas secerdas dirimu, akan tetapi dapat diwajibkan untuk memiliki hati yang peka melihat suatu hal positif dalam hidupnya. benar bahwa hidup adalah untuk menjadi orang baik. Setiap peradaban manusia di dunia ini sebenarnya ingin mencari yang jauh lebih baik karena sadar bahwa kebaikan hati merupan surga dan dan pokok utama kebijaksanaan Ilahi yang hadir di dunia ini. Namun usaha manusia terpatri pada anugerah yang diberikan oleh Sang Kebijaksanaan. Manusia bukan hanya mampu untuk takut dan membenci tetapi juga untuk berharap dan berbuat baik. Hati orang bodoh ada di mulutnya, tetapi mulut orang bijaksana ada di hatinya. Untuk itu menghormati sesama manusia merupakan syarat utama peradaban.

"Aselong balu' mata' aso, bauling balu' dano'

Datang! dan nikmatilah....

Hidup itu dipikirkan dan dijalankan, serta dihayati dalam spiritualitas:
Aselong balu' mata aso', bauling balu' dano
(hendaklah hidupmu tampak jernih laksana cahaya mentari, dan damai laksana telaga)
Mulai kini, saat ini, dan dimanapun kamu berada.

Laman

Rabu, 08 September 2010

Spiritualitas Harmoni Asia ( Allah Yang Berbelarasa )

Oleh: Cosmas Ambo Patan

1. Pengantar

Benua Asia merupakan benua yang melahirkan tiga agama besar di dunia. Selain tiga agama semit itu, ada banyak agama atau aliran kepercayaan yang lahir di benua Asia. Peradaban-peradaban spritualitas, religiusitas menjadi khasanah kekayaan dan keanekaragaman suku, bahasa, adat sitiadat dan. Orang-orang Asia memiliki sejarah peradaban yang unik di dunia ini. Melalui keanekaragaman, setiap agama maupun suku bangsa dapat hidup selaras, namun melalui keanekaragaman itu pula setiap agama, maupun suku bangsa di Asia menjadi terpecah dan saling mempertajam perbedaan, bahkan harus konflik dan perang. Inilah realitas Agama, dan bangsa di Asia hingga kini. Perang melanda negara-negara Israel-Palestina, perang India-Pakistan, Konflik politik di Myanmar, Perang suku di Indonesia, dan di negara-negara lain di Asia. Negara-negara di Asia sadar akan hal ini. Konflik dan perang suatu hal yang merugikan kehidupan. Asia merupakan benua yang memiliki aneka suku bangsa dan budaya. Melalui aneka produk budaya suku bangsa juga setiap gerakan kehidupan dan permasalahan sosial terus diupayakan .
Telah banyak upaya kerja sama antar negara di Asia untuk mewujudkan perdamaian bahkan dilakukan oleh komunitas-komunitas pencinta damai. Banyak cara yang dilakukan untuk meyerukan suatu perdamaian. Bangsa Asia adalah bagsa yang haromonis, tetapi tercabik-cabik oleh perang dan kebencian satu sama lain. Paling menggetirkan lagi ketika bangsa Asia ini menjadi tempat lahirnya Terorisme di dunia. Sungguh suatu hal yang ironis, namun itu nyata. Inilah persoalan konflik, perang, ketidakharmonisan masyarakat di Asia juga menjadi keprihatinan masyarakat dunia pada umumnya. Seiring dengan terjadinya problem yang menimpa masyarakat Asia setiap perkumpulan baik bersifat regional maupun bilateral mengupayakan suatu cara. Berdialog terus menerus, rendah hati, saling mencintai dan mengupayakan toleransi mengakui keseimbangan untuk saling melengkapi. Dan menghormati masing-masing kebudayaan suku bangsa serta tradisi agamanya.

Dalam tulisan ini, kami mengedepankan bagaimana manusia dirangsang untuk membangun dan menghidupkan semangat persekutuan yang berbelarasa (Communion of Compassion) , agar terwujud suatu kehidupan yang harmonis. Maka berturut-turut dalam tulisan ini, pertama kami mau menampilkan potret Asia yang tercabik-cabik yang menuntut suatu cara memupuk semangat belarasa. Selanjutnya akan ditampilkan cara-cara menurut refleksi para seniman lewat puisi mengingatkan akan spiritualitas harmoni kehidupan yang tak boleh diabaikan dan yang terus dipupuk dalam situasi apapun. Setelah itu kami mencoba menampilkan refleksi teologis atas kehidupan masyarakat Asia yang mendambakan keharmonisan.

2. Persoalan Masyarakat Asia; Terorisme dan Arus Globalisasi
Setiap negara dan masyarakat yang berdiam di dalamnya, selalu berusaha untuk hidup dalam kemerdekaan, kebebasan, dan kedamaian hidup. Banyak pemimpin negara berbagi pelbagai persoalan sosial dan kultural negaranya. Pemimpin negara yang sedang mengalami krisis kemanusiaan, membagikannya kepada negara yang lebih kuat untuk minta dukungan dan sokongan moril-spirituil terutama terutama bagi kelompok masyarakat yang selama ini terpinggirkan, merasakan ketegangan hidup, rasa getir dalam situasi konflik. Dari upaya itu terbangun kehidupan bersama masyarakat dan negara lain. Upaya agama pun dilakukan untuk berdialog dengan keadaan yang melanda masyarakat seperti dialog kehidupan, dialog karya, dan dialog iman. Dialog karya misalnya tampak dalam perhatian kepada para pengungsi akibat perang dan konflik. Dari pengalaman penderitaan, kemiskinan, jeritan, penindasan terhadap kaum lemah serta tangisan manusia yang terinjak akibat perang dan konflik dapat menjadi perekat dan indikasi membangun komunitas bersama melalui pendekatan kemanusiaan.
2. 1. Tantangan Hidup Harmonis di Asia
Persoalannya bahwa dunia dewasa ini seakan tanpa batas karena manusia dan barang dapat bergerak dengan mudahnya dari negara yang satu ke negara yang lain. Informasi maupun keadaan yang tengah terjadi di suatu negara pun dapat diakses dengan gampang oleh masyarakat yang hidup di negara yang berbeda. Masyarakat tidak hanya menjadi bagian dari komunitas suatu negara melainkan juga telah menjadi warga negara internasional yang hidup di perkampungan global. Kondisi inilah yang kemudian dikenal sebagai globalisasi.

Globalisasi menjadi tantangan kehidupan bagi masyarakat dan bangsa-bangsa di Asia. Seiring berkembang pesatnya teknologi informasi, globalisasi menyediakan berbagai kemudahan bagi manusia. Misalnya saja, manusia tidak perlu menyeberangi lautan untuk bertemu dan berbicara dengan seseorang. Orang- orang di Indonesia, contohnya, dapat mengakses informasi tentang perang di Afganistan maupun di Iraq kapan saja. Seseorang di Afghanistan dapat mentransfer sejumlah uang kepada orang di Malaysia dengan gampang, aman dan dalam waktu singkat. Globalisasi juga menawarkan peluang baru untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan demokrasi bagi bangsa-bangsa. Namun seperti sebuah koin, globalisasi tidak hanya memiliki wajah menawan tetapi juga sekaligus mempunyai wajah mengerikan. Sebab kemudahan yang ditawarkan globalisasi justru semakin memfasilitasi kegiatan ilegal yang terjadi dengan melintasi batas-batas yuridiksi negara. Fakta bahwa globalisasi mengaburkan tujuan hidup yang sejati. Manusia globalisasi menemukan kebahagiaannya pada kekuasaan dan penaklukkan . Akibatnya kegiatan apapun selalu disinyalir sebagai kegiatan yang mengancam keamanan suatu negara. Manusia hidup dalam kekuatiran dan ketidaktenangan hari-demi hari.
Ancaman transnasional yang dialami masyarakat di Asia akibat globalisasi antara lain proliferasi persenjataan, kekerasan etnis, pencucian uang, perdagangan dan penyelundupan obat terlarang, degradasi lingkungan dan penyebaran infeksi penyakit. Globalisasi telah melahirkan banyak hal, dan secara langsung atau tidak globalisasi turut membidani lahirnya terorisme. Karena terorisme merupakan produk dari marjinalisasi dan kemiskinan, sedangkan marjinalisasi dan kemiskinan adalah produk dari globalisasi.

Disadari atau tidak globalisasi telah memunculkan persaingan global di berbagai bidang. Pihak yang menang persaingan tentu akan menikmati keuntungan. Negara maju yang memiliki teknologi tinggi berada dalam kelompok penikmat keuntungan globalisasi. Namun negara-negara miskin dengan segala keterbatasannya akan semakin jauh tertinggal sehingga kesenjangan antara si kaya dan si miskin semakin lebar. Kemiskinan dan ketidakadilan akan terus menjadi lingkaran setan yang tak pernah putus. Karena itulah muncul perlawanan dari kelompok-kelompok tertindas baik dalam negara maupun antar negara yang tentunya mengancam stabilitas keamanan kawasan regional dan bahkan internasional. Demikian pula kejahatan yang mengancam dan bahkan terjadi di suatu negara sangat mungkin menjadi ancaman negara lainnya.
Mengglobalnya tatanan dunia diikuti mengglobalnya ancaman keamanan. Isu keamanan yang belakangan ini paling banyak menyita perhatian publik adalah terorisme. Peristiwa-peristiwa serangan teroris dan ancaman-ancaman bom di sejumlah negara di Asia membuktikan bahwa terorisme itu bersarang di Asia. Asia dicap sebagai benua yang tidak harmonis, tidak lagi sesuai dengan fakta dan falsafah hidup serta spiritualitas-tradisi harmonis yang telah lahir di benua Asia. Berimbas pada kebijaksanaan yang mengalir dari agama, seakan agama terasa menghakimi dan menjadi dasar perbedaan yang sangat kuat daripada upaya saling mengerti satu sama lain .
2. 2. Terorisme di Asia
Tragedi serangan terosrisme 9/11 pada 2001 lalu di AS, menjadi agenda utama dalam sejumlah pertemuan organisasi kawasan maupun organisasi berskala internasional. AS menjadi target serangan lantaran dinilai sebagai negara yang aktivitasnya mengkerdilkan sekelompok orang tertentu. Namun tidak disangka teroris melancarkan aksi jauh di luar AS, meskipun targetnya adalah simbol-simbol eksistensi AS beserta negara-negara sahabatnya. Bom Bali 2002 lalu membuka mata masyarakat internasional, bahwa kegiatan terorisme bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Tanpa terkecuali Asia tenggara.
Terorisme di Asia Tenggara semakin mendapat sorotan dunia internasional lantaran sejumlah peristiwa teror yang terjadi secara bertubi-tubi. Korban dalam jumlah besar dan target serangan yang merupakan simbol-simbol Barat merupakan persamaan dari serentetan teror yang terjadi misalnya saja di Indonesia, negara yang terletak di kawasan Asia Tenggara. Pelaku teror ditengarai suatu kelompok yang memiliki hubungan dengan Al Qaeda (AQ) di Afghanistan, bernama Jemaah Islamiyah.

2. 3. Tercabiknya “Harmoni”
Bangsa Asia yang terkenal dengan spirituallitas harmoni telah tertimbun oleh pelbagai peristiwa perang, konflik, terorisme, dan ancaman kemanusiaan lain. Akibatnya menjadi bangsa yang intoleran. Asia duhuni oleh bangsa yang terkesan ‘munafik’ di mata internasional. Karena banyak lahir agama dan spiritualitas kehidupan, namun lahir pula kekerasan berkedok agama atau spiritualitas suatu aliran tertentu. Ada banyak faktor menyergapnya kekerasan seperti telah diuraikan. Ada kekerasan karena persaingan, ambisi, dan reaksi terhadap penjajahan global dan lain sebagainya. Kodrat kelunakan manusia diganti dengan kekerasan . Situasi demi situasi terjadi menjadikan semangat untuk hidup selaras itu raib.
Harmoni kehidupan tidak lagi berkumandang seperti sediakala sejak dipelukan bumi Asia. Bangsa yang dulunya merasa bahwa dalam ajaran agama, harmoni itu suatu kehadiran Allah, kini sirna. Tampak bahwa kehidupan yang dahulu harmoni diyakini sebagai representase kehidupan yang ilahi. Bahkan muncul suatu kebijaksanaan hidup harmoni dengan ungkapan-ungkapan yang selalu dipegang turun temurun seperti misalnya; mencintai alam dan peduli terhadap makhluk-nya, menjadikan manusia dapat mengenal pencipta. Dengan adanya fakta kekerasan dan penderitaan yang disebabkannya, dunia Asia tampak tak seirama, tak seindah harmoni Asia sesungguhnya.

3. Seruan Harmoni
Dalam situasi kacau, derita, dan jeritan manusia, suara kemanusiaan, sesuai dengan namanya, merupakan media untuk menyuarakan pesan-pesan keselamatan, perdamaian dan pembangunan peradaban manusia yang merata dan sejajar bagi semua bangsa di dunia ini. Oleh karena namanya "suara", maka yang ada adalah kegiatan "bersuara", tidak melakukan kegiatan fisik (sikap frontal), kecuali ada permohonan menurut persetujuan dan kesepakatan bersama. Suara dalam konteks ini adalah seruan tentang suatu visi kehidupan yang selaras, tanpa kekacauan; suatu visi dunia yang damai penuh keselamatan dan menyenangkan bagi semua umat manusia, tanpa membedakan ras, suku, bangsa, negara dan agama.

Seruan untuk hidup secara harmonis dengan cara-cara harmonis merupakan ciri khas Asia melalui kebudayaan: seni sastra. Cara itu sebenarnya tidak perlu dilakukan di jalan-jalan sebagaimana selama nini dilakukan yakni aksi protes dan demonstrasi sampai mengakibatkan kerusuhan. Namun seni seruan harmoni lewat tradisi seni sastra puisi memberi pernyataan menentang semua tindakan penistaan, penghinaan dan pemusnahan satu atau sebagian dari umat manusia di dunia internasional. Memberi dukungan penuh bagi terwujudnya keselamatan dan perdamaian di seluruh penjuru dunia. Ikut berperan aktif menyuarakan upaya-upaya menghentikan kelompok atau negara yang mendukung pendudukan dan penjajahan terhadap negara lain, oleh sebuah negara atau kelompok tertentu.

Isu kepeduliaan terhadap kemanusiaan melalui karya-karya seni sastra ikut menciptakan keselamatan dunia tanpa menggunakan kekuatan militer. Banyak para seniman berkolaborasi peduli terhadap situasi yang terjadi, menanggapi pelbagai peristiwa lewat refleksi dan permenungan untuk mengantar hati manusia melihat ke dalam, arti dan makna kehidupan bersama. Seperti dalam puisi “Negeriku” (sebuah satir dan harapan untuk masa depan) :
Kasihku, aku masih di sini, di negeri berjuta impian, negeri selembut awan,
Negeri yang manis, luhur, tulus dan penuh suka cita.
Negeri dimana aku leluasa merindukanmu,
di setiap nafas, setiap detik, setiap waktu.
Kasihku, negeri ini begitu indah, makmur dan subur seperti lading permata,
Penduduknya ramah…sopan dan suka tolong menolong
Mereka begitu terbuka, semua membuatku senang dan bahagia.
Kasihku, negeri ini aman sentosa, siapapun pasti akan merasa nyaman di sini,
Seperti duduk di sofa.
Kasihku..di negeriku.. Rumah-rumahnya rapi tersusun,
Anak-anak berangkat ke sekolah,
Orangtua pergi bekerja mencari nafkah yang halal,
Semua hidup sehat..
semua hidup rukun dan harmonis.
Kasihku..aku baru saja terbangun, Rupanya aku bermimpi…
Aku takut, ternyata di sini masih gelap…
Kasihku.., mungkin selama ini aku masih terlalu jauh darimu.
Melupakan pesa-pesan dalam suratmu terdahulu.
Kasihku, aku tahu jalan ini panjang dan melelahkan, Tapi, pasti ini jalan kemenangan,
Di ujung jalan ini, kuyakin pasti ada cahaya yang terang benderang.

Puisi tentang harapan harmoni kehidupan begitu indah. Harmoni kehidupan selalu kita tawarkan, namun dalam praktik kehidupan, hal itu tidaklah seindah teori, karena semua yang kita sampaikan kadang hanyalah sebuah harmoni kaku. Manusia yang satu menggurui manusia yang lain untuk menjadi pemenang dengan kekuatan. Manusia yang lain menjadi lemah (Powerless). Puisi ini adalah suatu mimpi. Mimpi tentang semangat menghargai perdamaian karena panggilan kita untuk mewujudkan keadilan dan perdamaian lemah. Alhasil harmoni adalah disharmoni, drama hidup bersama menjelma menjadi sebuah lakon yang keras dan kejam .
Kebersamaan hidup hendaknya dilalui dengan tidak menginjak hak sesama, menghapus ketidakadilan yang merajalela. Kelembutan karakter hidup selalu didamba, semua hanya ingin agar hidupnya selalu dalam kertas empati, bukan sekedar meneriakkan kata simpati. Agar terwujud suatu harmoni kehidupan. Jalan yang dilalui merupakan situasi yang mungkin tak pernah ditemukan kecuali orang yang tulus menyayangi dan mencintai sesamanya.

Kupasan puisi tersebut terutama berkaitan dengan kerinduan batin manusia. Tentu saja kupasan itu bukan seperti bayangan atau cita-cita belaka, tetapi sebuah semangat. Penuturan kerinduan dan semangat untuk kembali kepada rahim harmonis kehidupan salah satunya adalah puisi. Berkaitan dengan kerinduan batin manusia dalam puisi ini, ada beberapa di antaranya yang berkaitan dengan optimisme menatap masa depan. Sebuah sikap berempati terhadap permasalahan-permasalahan bangsa-bangsa secara umum atau permasalahan manusia dalam lingkup yang lebih kecil lagi. Seni pengungkapkan seruan damai atau spiritualitas harmonis lewat puisi ini, diharapkan dapat dijadikan sarana bagi masyarakat Asia sebagai tempat bercermin dan untuk lebih mengenal kearifan hidupnya sendiri.

Puisi tentang harapan harmoni ini ini bukan dimaksudkan sebagai hiburan belaka, tetapi juga diharapkan dapat menjadi sarana untuk mendekatkan kembali masyarakat Asia pada akar kebudayaan tradisi harmoni bangsa-bangsa. Lewat puisi “Negeriku” kita diingatkan bahwa kehidupan sehari-hari kita terkadang diisi dengan rutinitas yang sangat sederhana dan sempit. Kita sibuk dengan ‘kegaduhan’, kita bagai terseret secara perlahan ke dalam malapetaka dan akhirnya jatuh binasa.
Kehidupan untuk saling memiliki rasa hormat (sense of respect) kapan dan di manapun selalu diupayakan. Sangat indah seperti juga dicita-citakan oleh seorang pemimpin negara Dr. APJ. Abdul Kalam (Presiden India), ia bercita-cita agar negaranya hidup harmonis, berdampingan satu sama lain dan memupuk sikap toleransi dan menghargai satu sama lain, dengan puisi harmoninya:
Crane dan camar yang mengembara langit,
Gelombang laut tertawa dan menggoda pantai.
Renungan sekolah saya hari pikiran saya melompat lima dekade,
Sebuah sekolah kecil di kota Rameshwaram ...
Hindu atau Muslim, masjid atau candi,
Tak satu pun memikirkan divisi omelan;
Ramanathan dan aku, tenun kata-kata bersama-sama,
Harmonis menyenangkan anak-anak Pencipta.
Tiba-tiba badai tiba tanpa pemberitahuan.
Berserban dan Tweedy, yang dikenal sebagai guru baru,
Meminta kami untuk duduk menjauh canggung satu sama lain,
Air mataku menetes; Ramanathan menangis,
Kami juga tidak mengerti artinya pemisahan itu.
Sunbeams melihat melalui suasana sedih,
Diam-diam pencahayaan air mata kita menjadi permata.
Pencipta semua, bukan Kau di sana?
Siapa yang satu ini memisahkan kita di sini?
Tahun berlalu ...namun kita tetap berteman,
Berbagi penderitaan dan sukacita dahulu kala.
Yang berpendidikan socalled jiwa kita terpisah,
Menabur benih perselisihan dan racun.
Mereka tidak memberikan pengetahuan tetapi membenci dan kekalahan;
Beritahu orang lain tidak mengindahkan nasihat yang tidak diinginkan mereka,
Seperti Yang Mahakuasa menciptakan semua sama dan bebas .

Salah satu upaya pemimpin memberikan motivasi dan dorongan bagi warganya agar peduli terhadap kehidupan yang serba damai, selaras, tanpa perang dan kebencian. melalui karya ini masyarakat diajak untuk mulai melihat sikap peduli damai dan menghilangkan sikap acuh. Putusnya tali persaudaraan sebagai satu rahim, Ini adalah imbas dari egoisme kehidupan manusia. Egoisme sebagi racun dan penabur racun, membuat manusia menjadi saling mengambil kebebasan antara satu dengan yang lainnya. Puisi ini menyiratkan suatu nasehat bahwa seharusnya dalam dunia manapun kita hidup, kita haruslah tetap mampu membentengi diri dari kekacauan yang terjadi, dengan menjaga stabilitas kebersamaan dan memupuk semangat berbela rasa.
Dapat dikatakan bahwa upaya seruan melalui sastra puisi agar kehidupan menjadi selaras ini merefleksikan berbagai aspek yang terkait dengan kehidupan masyarakat di wilayah Asia yang tengah berada di dalam gejolak arus perubahan yang sedemikian pesat. Suatu dambaan akan kehidupan harmonis. Suatu cita-cita berdiam di negeri yang penuh dengan belarasa. Suatu komunitas manusia yang melihat orang lain sebagai ‘kekasih’. Dalam seruan ini, tersirat secara kuat bahwa setiap manusia yang peduli terhadap kebahagiaan hidup bersama merefleksikan kondisi di sekitar mereka dengan menguak berbagai lapisan sejarah dan narasi lokal yang merekam realitas sosial serta berbagai ketegangan politik yang disampaikan melalui “seruan”.

4. Allah yang Berbelarasa: Refleksi Teologis atas Realitas Asia
Setiap anggota Gereja melalui caranya menghayati iman Kristiani harus menjadi saksi bagi masyarakat di sekitarnya. Setiap manusia yang dibaptis dalam nama Yesus Kristus terpanggil menjadi agen perdamaian dalam kehidupan bersama. Sebagai pribadi yang terpanggil ia adalah perwujudan Gereja kristus yang selalu menghadirkan keselarasan. Sebagaimana diungkapkan oleh Georg Kirchberger bahwa Gereja Asia harus menjadi bagian dan kenyataan aktual konkret bagi masyarakat . Begitu juga Gereja mesti masuk ke dalam inti sari atau jantung kehidupan sosial kemasyarakatan suatu umat. Hidup kita merupakan kelanjutan dari visi keselamatan Yesus yang bertindak untuk berpihak pada yang lemah (Option for the Poor), sebagaimana Yesus membela manusia yang terancam dan bahkan tak ada pembelaan, menjadi korban kekerasan dan serangan kekuatan-kekuatan yang menghancurkan dan bahkan membunuh . Karena itu hidup perlu pemberdayaan dan pembelaan, meskipun menuai derita. Berjuang dalam komitmen menjunjung tinggi perdamaian dan kehidupan yang indah bersama, semangat solidaritas yang tinggi kepada yang menderita karena pelbagai krisis kemanusiaan.
Allah adalah pribadi yang berbelaskasih, mau membantu orang yang lemah dan menderita. Pribadi Alah yang itu tampak dalam pribadi putra-Nya Yesus Kristus yang rela memikul kelemahan dan menanggung penyakit masyarakat manusia (lih. Mat 8: 17) karena tergerak oleh belaskasih (lih. Mat 9: 36). Gerakan berbelarasa bagaimanapun juga tetap terarah kepada terwujudnya kemanusiaan yang bermartabat dan adil bagi siapa saja yang berdiam di muka bumi ini. Perang, konflik dan kekacauan akibat krisis penghargaan terhadap martabat manusia menjadi tantangan hebat panggilan kemartiran dalam memperjuangkannya. Menghadapi berbagai macam resiko kemartiran sebagaimana juga pernah dialami para nabi, Yesus, dan pengikut-Nya (lih. Luk 21:10-19).

Berhadapan dengan kekuatan-kekuatan yang merampas hidup dan kekebasan, kita diajak secara elegan memperjuangkan dan menyuarakan damai di tengah situasi yang mengancam kehidupan itu. Lewat cara yang damai kita dapat memberikan diri sebagai kurban untuk membela dan mengangkat hidup sesama. Itulah spiritualitas berbelarasa. Bekerjasama dengan orang yang berniat baik bagi kehidupan bersama. Itulah kemuridan yang dituntut Allah kepada manusia sebagaimana Allah sendiri mau menjadi kurban dan pribadi yang berbelarasa terhadap kaum yang menderita dan tak bersalah.
Gereja pun dituntut untuk mengisi diri dengan semangat berbela rasa itu. Menjalin persekutuan belarasa dengan sesama demi terwujudnya kehidupan harmoni dengan saling menghibur diantara umat yang mengalami kesusahan dan penderitaan. Memperjuangkan persekutuan demi terpeliharanya nilai-nilai hidup yang layak dan penghargaan terhadap martabat manusia sebagai ciptaan Tuhan. Dalam situasi hidup bangsa Asia yang carut marut seperti ini, kedamaian diserukan, budaya hidup diangkat kepermukaan. Komunitas persaudaraan mesti tampil dengan caranya masing-masing menuju pengejaran akan nilai-nilai dengan merangkul sesama. Mengerjakan gerakan pengentasan penderitaan, sembari memberi kesaksian tentang hidup yang adil, harmonis, makin manusiawi dan lestari .
Ketika kita sedang merangkul sesama, pada saat yang sama kita menatap Allah. Wajah Allah tersamar dalam sesama yang menderita, yang sedang mengalami ketakutan dan kegetiran dalan suasana perang dan berkonflik. Kita hadir sebagai daun kasih untuk merangkul sesama, yakni menjadi ”syalom” yang merupakan kepenuhan persekutuan dan persaudaraan antara manusia dan Allah serta ciptaan. Inilah yang kita dambakan yakni mewujudkan cita-cita kemanusiaan sebagaimana terungkap dalam Sabda Bahagia (lih. Mat. 5: 3-12). Hanya dengan melihat sesama sebagai ’aku’ yang lain, kita dapat mengalami Allah yang berbelarasa. Allah itu berbelarasa kepada kelemahan manusia, Ia berempati kepada yang menjadi korban penganiayaan, sebagaimana Ia mengasihi Putra-Nya yang diutus-Nya (bdk. Mat 5:11-12; Mat 10:18-19.22).

5. Penutup
Setiap bangsa yang mengalami perang, konflik, teror, pasti mengalami penderitaan. Penderitaan menuntut sikap dan tanggungjawab belarasa. Belarasa itu cerminan kasih Allah yang peduli dan toleran terhadap makhluk ciptaan-Nya. Semangat belarasa itu menjadi semangat dan kekayaan nilai hidup. Kekayaan nilai hidup yang terukir dalam setiap perjuangan kemanusiaan, tidak pernah memiliki spirit tanpa optimisme dan itu berasal dari Allah. Saat manusia memelihara peradaban hidup tanpa jeritan, ia menampilkan pesona Allah. Allah yang harmoni bersama ciptaan. Saat manusia hidup tenteram ia akan diperkaya dalam hidupnya, bukan saja secara lahir tetapi spiritual yang membantunya selaras dengan hidup yang berasal dari Sang Pencipta. Bersama kalangan umat lain dirangsang bersatu padu memupuk budaya belarasa. Maka penting sikap membangun relasi antar iman . Kita harus berani bermimpi menatap hari esok dengan optimisme sekaligus berani menerpa arus jeram penindasan terhadap sesama. Keterlibatan dalam dunia lewat cara harmoni yang secara khusus disoroti dalam berbagai macam problema kehidupan mesti muncul kepermukaan. Gereja terlibat dan mengarahkan diri pada soal kehidupan sosial kemasyarakatan menuju kehidupan yang lebih solider .
Dalam keadaan masyarakat yang mengalami gejolak karena menuju pembentukan tatanan hidup baru, Gereja di Asia perlu selalu berusaha sadar akan perjalanan yang sulit dan melelahkan menyerukan ‘budaya hidup’, antara lain budaya kondusif tanpa teror (ketakutan), budaya adil tanpa kelaliman, dan budaya harmoni tanpa perselisihan. Gereja diharapkan mampu dengan tulus berpartisipasi menjadi ‘suara’ dalam situasi-situasi penuh kegetiran. Karena itu, Gereja diharapkan mampu membangun diri terlebih dahulu agar nantinya mampu menyampaikan sabda yang membebaskan dan warta pendorong dari injil kepada mereka (sesama) yang mengalami penderitaan, ketakutan, kehilangan dan lain sebagainya.

Kepustakaan

Buku:
Chodron, Thubten, Tradisi dan Harmoni, Bandung: Karaniya, 1995

Darminta, J, SJ, Gereja, Dialog, dan Kemartiran, Yogyakarta: Kanisius, 1997

Hardawiryana, R, dan Siswoyo, Sumartara, (Ed) Dokumen Sidang FABC 1995-1998, Jakarta: DokPen KWI-Obor, 1998

Kirchberger, Georg, Gereja Berwajah Asia, Flores-NTT: Nusa Indah, 1995

Mahathera Narada, dan Nayakathera, Dahamananda S, Fakta dan Tujuan Hidup, Malang: Club Penyebar Dhamma, 2004

Mulkan, Abdul Munir, dkk (ed), Membongkar Praktik Kekerasan; Menggagas Kultur Nir- kekerasan, Yogyakarta: Pusat Studi Islam dan Filsafat UMM bekerjasama dengan Sinergi Press, 2002

Prior, John M, dan Pa, Patris, (Ed), Kisah Yesus di Asia: Perayaan Iman dan Hidup, Jakarta: Komisi Karya Misioner KWI, 2007

Prior, John M, Berdiri di Ambang Batas, Maumere: Ledalero, 2008

Pieris, Aloys, Berteologi dalam Konteks Asia, Yogyakarta: Kanisius, 1995

Sobrino, J dan Hernandez Pico, J., Teologi Solidaritas, Yogyakarta: Kanisius, 1989

Song, C. S, Theology from the Womb of Asia, New York: Orbis Books, 1986

Kleden Tony (ed), Keadilan dan Perdamaian (seri VOX), Ende: Arnoldus, 1993


Internet:
http://www.youtube.com/watch?v=EFrQR8n8r3I, (diakses tgl 18 Juni 2010).
http://id.shvoong.com/tags/kumpulan-puisi-dr-apj-abdul-kalam-presiden-india, (diakses tgl 19 Juni 2010).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar