Rumah Betang (So Langke) Identitas filsafat orang Daya'

Rumah Betang (So Langke) Identitas filsafat orang Daya'
Rumah Betang (So Langka) Spiritualitas harmoni orang Daya' . Dari So langke mengalir peradaban, budaya, tradisi, adat istiadat. So Langke simbol dari kompleksitas dan religiositas orang Daya turun temurun. Simbol keharmonisan hidup orang Daya' bersama ciptaan.

Azimat Kehidupan

Keharmonisan adalah tepat, mungkin jika tak usah mengharapkan orang lain berotak cerdas secerdas dirimu, akan tetapi dapat diwajibkan untuk memiliki hati yang peka melihat suatu hal positif dalam hidupnya. benar bahwa hidup adalah untuk menjadi orang baik. Setiap peradaban manusia di dunia ini sebenarnya ingin mencari yang jauh lebih baik karena sadar bahwa kebaikan hati merupan surga dan dan pokok utama kebijaksanaan Ilahi yang hadir di dunia ini. Namun usaha manusia terpatri pada anugerah yang diberikan oleh Sang Kebijaksanaan. Manusia bukan hanya mampu untuk takut dan membenci tetapi juga untuk berharap dan berbuat baik. Hati orang bodoh ada di mulutnya, tetapi mulut orang bijaksana ada di hatinya. Untuk itu menghormati sesama manusia merupakan syarat utama peradaban.

"Aselong balu' mata' aso, bauling balu' dano'

Datang! dan nikmatilah....

Hidup itu dipikirkan dan dijalankan, serta dihayati dalam spiritualitas:
Aselong balu' mata aso', bauling balu' dano
(hendaklah hidupmu tampak jernih laksana cahaya mentari, dan damai laksana telaga)
Mulai kini, saat ini, dan dimanapun kamu berada.

Laman

Kamis, 03 Juni 2010

HORMAT TERHADAP EMBRIO MANUSIA: KESESUAIAN PRINSIP MORAL KATOLIK DENGAN TEKNIK BIOMEDIS PADA TAHAP AWAL KEHIDUPAN MANUSIA

HORMAT TERHADAP EMBRIO MANUSIA:
KESESUAIAN PRINSIP MORAL KATOLIK DENGAN TEKNIK BIOMEDIS PADA TAHAP AWAL KEHIDUPAN MANUSIA
(Tinjauan Teologi Moral Perspektif Donum Vitae)

Oleh: Kosmas Ambo Patan


I Pengantar

Dokumen Donum Vitae merupakan uraian mengenai kesesuaian prinsip-prinsip moral katolik dengan teknik-teknik biomedis yang memungkinkan intervensi dalam tahap-tahap awal hidup manusia dan proses prokreasi sendiri. Dokumen ini bersifat instruktif yakni berupa jawaban spesifik sehubungan dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, tentu saja dalam terang cahaya pernyataan-pernyataan magisterium. Pada bagian pertama, uraian kami terpusat pada bagian pengantar dokumen ini, yakni yang memuat hal-hal penting berkaitan dengan prinsip-prinsip anthropologis dan moral yang mendasar yang harus dipegang dan dirasa sangat perlu dalam rangka menilai dengan wajar soal-soal dan elaborasi tanggapan atas soal-soal itu. Kedua, uraian kami ini difokuskan pada bagian pertama dari dokumen ini, yakni pemaparan prinsip-prinsip hormat terhadap embrio manusia berdasarkan permenungan magisterium dan akal budi yang melahirkan jawaban-jawaban atas berbagai macam problem moral yang dilontarkan intervensi teknis pada manusia sejak tahap-tahap awal hidupnya.

II Prinsip Mendasar
1. Penelitian biomedik dan ajaran Gereja
Anugerah Kehidupan adalah sebuah kepercayaan Allah pencipta kepada manusia. Kepercayaan yang diberikan menuntut kesadaran dan tanggungjawab. Kemajuan ilmu-ilmu biologi dan medis memungkinkan perkembangan sarana-sarana terapeutis ke arah yang lebih efektif, tetapi di samping itu juga ia dapat memperoleh kekuasaan baru dan berakibat fatal bagi kehidupan manusia pada permulaan dan pada tahap-tahap awal hidup manusia. Tak disangkal bahwa kemajuan ilmu-ilmu biologi dan ilmu medis melahirkan prosedur yang memungkinkan intervensi baik yang mendukung, maupun menguasai proses terjadinya kehidupan baru. Bahaya besar bila ilmu itu diterapkan untuk menguasai manusia. Kemajuan dimaksudkan mengabdi manusia, tak bisa disangkal pula bahwa kemajuan teknik untuk mengabdi manusia mengandung resiko yang sangat besar.
Magisterium mengajukan kriteria moral sesuai dengan terang Injil dan kewajiban apostoliknya, sesuai dengan martabat manusia dan panggilan luhurnya. Kriteria penilaian moral diperuntukkan bagi penggunaan penelitian ilmiah terutama teknik menyangkut seputar awal kehidupan manusia. Kriterianya adalah: hormat, membela dan memajukan hak asli dan mendasar, membela martabatnya sebagai pribadi yang dibekali roh dan tanggungjawab moral dan dipanggil untuk persekutuan bahagia dengan Allah. Motif kriteria ini adalah cinta kasih, yakni membantu manusia menyadari pentingnya mengenal dan mengindahkan hak dan kewajibannya sebagai manusia sesuai dengan kasih Kristus yang menginspirasikan manusia untuk semakin menemukan kebenaran.

2. Ilmu dan teknik untuk mengabdi pribadi manusia.
Manusia adalah citra Allah dan Allah memberi tugas menaklukkan bumi (Kej 1: 27-28). Penelitian ilmiah dan penelitian terapan adalah ungkapan penuh arti penguasaan manusia atas ciptaan. Ilmu pengetahuan dan teknik yang dihasilkan oleh akal budi manusia bertujuan membantu manusia untuk lebih maju dan mengenal makna hidupnya. Ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengabdi manusia, bukan mengabdi kepentingannya sendiri. Bila ini yang terjadi (mengabdi kepentingannya), timbul bahaya besar yang merupakan indikasi berkuasanya ilmu itu atas manusia. Penelitian ilmiah dan penelitian terapan tidak boleh sewenang-wenang, mereka dari dirinya sendiri menuntut hormat mutlak terhadap kriteria mendasar moralitas seperti yang diajukan oleh magisterium. Ilmu itu harus disertai dengan hati nurani. Inilah kebijaksanaan yang harus dipegang agar kemajuan tidak menjurus ke hal-hal yang berbahaya bagi kehidupan.

3. Antropologi dan intervensi di bidang biomedik
Hakekat sejati pribadi adalah keseluruhan terpadu. Hakekat pribadi yang terpadu adalah jasmani dan rohani. Kodrat jasmani dan rohani manusia tak terpisah, oleh karena itu tak bisa dipandang sebagai norma yang melulu biologis, melainkan harus didefinisikan sebagai tatanan akal budi; dan sesuai dengan itu manusia dipanggil untuk mengarahkan dan mengatur hidupnya. Jika intervensi pada tubuh manusia diperkenankan, maka tak hanya mengenai jaringan, organ dan fungsinya tetapi juga mengenai pribadi manusia itu. Mengacu kepada pandangan antropologis Konsili Vatikan II, menghormati martabat manusia berarti memelihara identitas tubuh dan jiwa satu manusia (GS. 14,1). Dan secara eksplisit mengacu kepada instruksi Donum Vitae ini sendiri, yakni Gereja selalu mengajarkan dan terus mengajar bahwa hasil prokreasi insani, sejak saat pertama keberadaannya harus dijamin dan diberi hormat tanpa syarat yang merupakan hak manusia dalam keseluruhan dan kesatuan jiwa-raganya. Manusia harus dihormati dan diperlakukan sebagai pribadi sejak pembuahan; maka dari itu pada saat yang sama hak-haknya sebagai pribadi harus diakui, diantaranya hak tak terganggu-gugat setiap orang yang tak bersalah atas hidup.
Intervensi hanya dapat diterapkan jika memberi kontribusi bagi perkembangan manusia seutuhnya bila membantu oprang sakit dan lemah dengan tetap menghormati martabatnya sebagai ciptaan Allah. Etika medis ialah tidak boleh berdasarkan ilmunya menuntut hak serta menentukan asal-usul dan nasib manusia. Etika ini harus pula diterapkan dalam seksualitas dan prokreasi suami istri yang mawujudkan nilai-nilai mendasar kehidupan dan cinta kasih. Intervensi artifisial diterima sejauh penilaian moralnya mengacu kepada martabat manusia yang dipanggil untuk mewujudkan panggilan ilahi untuk anugerah kasih dan kehidupan.
4. Kriteria mendasar untuk penilaian moral.
Ada dua nilai mendasar terkait dengan teknik dan prokreasi artifisial: Kehidupan manusia yang dipanggil, dan ciri khas penerusan hidup ini dalam kehidupan. Rumusan teknik prokreasi artifisial mengacu kepada nilai itu. Awal perjalanan hidup manusia memang tidak sepenuhnya menguras nilai pribadi manusia, tetapi manusia adalah fisiknya, nilai mendasar kehidupan dimulai dari fisiknya. Maka nilai yang lain juga berkembang dari situ. Hak tak terganggu-gugat pribadi manusia ialah sejak fertilisasi sampai kematian. sebab tidak sama dengan ciri penerusan kehidupan dengan mahkluk lain, manusia adalah berasal dari sifat yang unik pribadi manusia. Hidup manusia kodratnya tindakan personal-sadar dan sesuai dengan ketentuan mantap dan kudus. Maka posibilitas prokreasi tanpa hubungan seksual yang dapat dilakukan dengan kemajuan teknik tidak dengan sendirinya dibenarkan hukum moral. Jadi syaratnya adalah penalaran akal budi agar intervensi teknis dalam hidup manusia sejak tahap-tahap awal hidupnya dapat dipertimbangkan secara moral.
5. Beberapa pokok ajaran magisterium Gereja.
Sejak saat pembuahan hidup setiap manusia dihormati, alasannya karena manusia adalah satu-satunya ciptaan yang dikehendaki Allah (GS.24). Jiwa rohani diciptakan langsung oleh Allah, Manusia membawa dalam dirinya gambaran Pencipta. Hidup manusia adalah perkara suci sebab sejak awal mula menuntut tindakan Pencipta. Prokreasi manusia adalah kerjasama antara suami-istri penuh tanggungjawab dengan kasih subur Allah. Anugerah kehidupan harus diwujudkan lewat tindakan-tindakan spesifik dan eksklusif suami-istri.

III Hormat Terhadap Embrio Manusia

1. Hormat yang bagaimana yang harus diberikan kepada embrio insani berdasarkan kodrat serta jati dirinya?
Setiap manusia sebagai pribadi harus dihormati sejak keberadaannya. Dapatkah dikatakan bahwa ada hak untuk mengadakan eksperimen demi tujuan penelitian? Konsili vatikan II berpendapat bahwa hidup manusia sejak pembuahan harus dilindungi dengan amat seksama (GS.51), Hidup manusia mutlak harus dihormati dan dilindungi sejak pembuahan. Oleh karena sejak pembuahan mulailah pertualangan hidup manusia maka ia adalah pribadi manusia, dengan demikian haknya sebagai pribadi diakui dan ia diperlakukan sebagai pribadi dalam kesatuan jiwa-raganya. Oleh karena ia harus diperlakukan sebagai pribadi, maka ia sedapat mungkin harus dibela, dilindungi. Jadi jelas bahwa hormat yang diberikan kepada embrio adalah hormat terhadapnya sebagai manusia yang memiliki kesatuan menyeluruh jiwa raganya.

2. Apakah diagnosis prakelahiran secara moral dibenarkan?
Bila diaknosis prekelahiran menghormati hidup dan integritas embrio serta fetus manusia, dan diarahkan untuk perlindungan atau penyembuhan individualnya maka dapat dibenarkan. Tujuannya adalah diagnosis semacam ini memungkinkan kita mengetahui keadaan embrio dan fetus selagi masih berada dalam rahim ibu. Dengan demikian memungkinkan terapeutis. Metode dapat dibenarkan bila memenuhi syarat yaitu persetujuan orangtua setelah diberi keterangan memadai, memelihara hidup dan integritas embrio dan ibunya tanpa memberi resiko yang tak seimbang. Lalu apa yang tak dapat dibenarkan secara moral? Pertama Bila tergantung dari hasil diagnosis misalnya diketahui bahwa adanya cacat atau anomali lalu kemudian mengiginkan aborsi, maka atas motivasi ingin didiagnosa semacam ini tidak bisa dibenarkan. Kedua, Bila mendukung hubungan antara diagnosis prakelahiran dengan aborsi dan mendesak ibu hamil untuk menjalani diagnosis prakelahiran dengan maksud untuk menghancurkan fetus yang diketahui cacat atau terkena penyakit menurun. Jadi tidak sepenuhnya dibenarkan bila metode yang dilakukan melampaui tujuan diagnosa yang sebenarnya.

3. Apakah intervensi terapeutis pada embrio manusia dibenarkan?
Prinsip kesesuaiannya ialah bahwa sama seperti intervensi medis pada orang sakit: “intervensi pada embrio manusia harus diperkenankan dengan syarat agar embrio bisa mempertahankan hidup dan keutuhannya, dan jangan membawa serta bahaya tak seimbang, melainkan dimaksudkan untuk menyembuhkan penyakit, dan memulihkan kesehatannya atau yang dimaksudkan untuk menjamin keberlangsungan hidupnya”. Yang harus diperhatikan adalah harus selalu mendapat persetujuan orangtua setelah diberi keterangan memadai, sesuai dengan prinsip deontologi. Kriteri penilaiannya adalah mengikuti norma deontologis yakni: “intervensi terapeutis yang dimaksudkan harus bertujuan untuk menyembuhkan penyakit” Misalnya yang disebabkan oleh cacat kromosom. Jadi tindakan intervensi sejauh terarah pada tujuan untuk mensejahterakan sejati pribadi dengan tanpa merugikan keutuhannya atau tanpa memperburuk keadaan embrio atau fetus diperkenankan, sebab sesuai dengan prinsip-prinsip moral katolik.

4. Bagaimana dari sudut pandang moral harus dinilai penelitian dan eksperimen dengan embrio dan fetus? Harus dijawab sesuai dengan prinsip moral yang selalu dipegang.
Pertama, jika metode yang dipakai dalam intervensi (penelitian) atau akibat yang timbul berbahaya bagi keutuhan jasmani atau hidup embrio, maka harus dinilai negatif dengan demikian dilarang untuk melakukan penelitian meskipun terbatas pada pemeriksaan embrio. Kedua jika eksperimen dilakukan pada embrio atau fetus yang hidup, maka eksperimen, tak bisa dibenarkan sebab merupakan kejahatan melawan martabatnya sebagai manusia yang mempunyai hak atas hormat yang diberikan kepadanya sebagai pribadi. Namun eksperimen yang jelas bertujuan untuk terapeutis diperkenankan, jika satu-satunya jalan terakhir demi menyelamatkan hidup embrio. Ketiga, sangat diperlukan penghormatan terhadap mayat embrio atau fetus akibat aborsi sengaja atau tidak, sebab keberadaan mayatnya sama dengan mayat orang dewasa, bahkan outopsi dilarang kecuali pasti kematiannya dan dengan persetujuan ibunya.
5. Bagaimanakah harus dinilai secara moral penggunaan embrio hasil pembuahan in vitro untuk penelitian?
Embrio insani hasil in vitro harus dipandang sebagai mahkluk insani dan mampu menjadi subjek hukum: martabat serta haknya atas hidup harus dihargai sejak saat pertama hidupnya. Karena alasan yang sama metode pengamatan dan percobaan yang merugikan embrio hasil in vitro atau membahayakannya secara tidak langsung, tidak bisa dibenarkan menurut jalan pikiran yang sama pula.

6. Bagaimana harus dinilai prosedur-prosedur lainnya memanipulasi embrio sehubungan dengan teknik reproduksi mansuia?
Tak bisa disangkal bahwa teknik in vitro membuka jalan ke bentuk-bentuk lain memanipulasi biologis dan genetis embrio manusia, misalnya percobaan cloning dan memimjam rahim binatang untuk perkembangan embrio dan janin manusia; rencana hipotesis atau proyek menciptakan rahim buatan bagi embrio manusia. Hal ini dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip moral katolik, sebab melanggar martabat prokreasi manusia. Bagaimana dengan pembekuan sel yang bertujuan agar embrio bisa hidup?, Upaya teknik ini tak bisa dibenarkan sebab melanggar prinsip hormat terhadap manusia.

Penutup
Rekayasa apapun yang dibuat tetaplah selalu bertentangan dengan prinsip moral Gereja. Menjadi dapat dibenarkan bila memiliki unsur kesamaan dengan prinsip moral Gereja yakni jika intervensi selalu memperhatikan pribadi manusia seutuhnya sedari awal hidupnya, yakni sejauh membantu dan tidak melanggar martabat dan haknya sebagai mahluk hidup. Dokumen ini tampil sebagai ruang pertimbangan etis dan selalu tersedia untuk menanggapi setiap problem etis seputar awal kehidupan manusia seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi reproduksi manusia. Akhirnya pertanyaan: Bolehkah (secara etis) melakukan apa yang dapat (secara teknis) dilakukan?, sedikitnya dokumen ini telah memberikan diri menjadi tempat untuk mejawab persoalan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar