Rumah Betang (So Langke) Identitas filsafat orang Daya'

Rumah Betang (So Langke) Identitas filsafat orang Daya'
Rumah Betang (So Langka) Spiritualitas harmoni orang Daya' . Dari So langke mengalir peradaban, budaya, tradisi, adat istiadat. So Langke simbol dari kompleksitas dan religiositas orang Daya turun temurun. Simbol keharmonisan hidup orang Daya' bersama ciptaan.

Azimat Kehidupan

Keharmonisan adalah tepat, mungkin jika tak usah mengharapkan orang lain berotak cerdas secerdas dirimu, akan tetapi dapat diwajibkan untuk memiliki hati yang peka melihat suatu hal positif dalam hidupnya. benar bahwa hidup adalah untuk menjadi orang baik. Setiap peradaban manusia di dunia ini sebenarnya ingin mencari yang jauh lebih baik karena sadar bahwa kebaikan hati merupan surga dan dan pokok utama kebijaksanaan Ilahi yang hadir di dunia ini. Namun usaha manusia terpatri pada anugerah yang diberikan oleh Sang Kebijaksanaan. Manusia bukan hanya mampu untuk takut dan membenci tetapi juga untuk berharap dan berbuat baik. Hati orang bodoh ada di mulutnya, tetapi mulut orang bijaksana ada di hatinya. Untuk itu menghormati sesama manusia merupakan syarat utama peradaban.

"Aselong balu' mata' aso, bauling balu' dano'

Datang! dan nikmatilah....

Hidup itu dipikirkan dan dijalankan, serta dihayati dalam spiritualitas:
Aselong balu' mata aso', bauling balu' dano
(hendaklah hidupmu tampak jernih laksana cahaya mentari, dan damai laksana telaga)
Mulai kini, saat ini, dan dimanapun kamu berada.

Laman

Rabu, 02 Juni 2010


Penebangan Hutan:
Satu dari Banyak Penyebab Ketidakharmonisan Alam dan Manusia
(Pendekatan Kosmik-Biologis)
Oleh: Kosmas Ambo Patan

II Pendahuluan

Argumen Awal
“Pendekatan kosmik-biologis. Esensi nilai dalam pendekatan ini didasarkan pada pengertian bahwa dunia dan segala isinya merupakan bagian necessary (perlu) dari hidup manusia. Dunia bukanlah realitas fisik yang tidak berhubungan dengan kehidupan manusia. Dunia, dalam pendekatan ini dipandang sebagai suatu entitas keseluruhan yang langsung menyentuh hidup manusia. Nilai moral dalam pendekatan kosmik-biologis memaksudkan bahwa penilaian baik-buruk suatu perbuatan didasarkan dalam harmonisasinya dengan dunia/alam. Apakah kebaikan? Kebaikan ialah itu yang meningkatkan sekaligus membangun dunia dan alam secara keseluruhan. Dan, Apakah keburukan? Keburukan menunjuk pada aneka tindakan/realitas yang langsung bertentangan dengan dunia/alam. Yang dimaksud dengan harmonisasi dengan alam berarti harmonisasi dengan hukum-hukum alam (hukum natura). Dalam mitologi Yunani, Hercules-menurut filsafat stoisme-merupakan sosok pribadi yang sangat ideal. Hercules bukan hanya pribadi yang melakukan perbuatan-perbuatan secara konsisten dengan apa yang dipikirkan/diomongkan, melainkan juga menyesuaikan diri dengan hukum-hukum alam. Menyesuaikan diri dengan hukum alam, dalam konteks ini, bukan berarti berjalan/bertindak melulu dalam artian mengikuti aneka determinasi alam, melainkan bertindak menurut keadilan dan akal budi tertinggi. Kerena alam (natura) bagi para filosof Yunani mematri kebenaran sekaligus keadilan yang tak bisa dimodifikasi oleh pemikiran manusia. Keadilan alam adalah keadilan tanpa pretensi (maksud-maksud apapun). Keadilan alam adalah gambaran dari akal budi ilahi. Pendekatan kosmik juga mengalir pada pengertian-pengertian baru yang membela keutuhandan kelestarian alam. Alam merupakan sesuatu yang suci, berharga, sakral, karena itu harus dihormati, dihargai, dibela. Aneka gerakan pembelaan terhadap alam seringkali berkaitan dengan pendekatan etis semacam ini”.

III Permasalahan etis

Masalah yang hendak ditanggapi lewat tulisan ini adalah bahwa alam ini memiliki peran ekonomis. Tak bisa dipungkiri bahwa alam menjadi sumber kesejahteraan hidup manusia. Tindakan manusia sejauh terarah pada tujuan ekonomis inilah yang menjadi permasalahan. Tindakan ini hendak dilihat sebagai ancaman bagi alam ini sendiri. Maka perlu sebuah pertimbangan etis untuk menjawab masalah ini.
Apakah penebangan hutan adalah sebuah tindakan kekerasan yang dapat lansung ditujukan kepada alam? Apakah boleh menebang hutan untuk tujuan ekonomis tanpa mempertimbangan ekologi? Dua pertanyaan ini kiranya mewakili keseluruhan permasalahan kompleks dari tindakan manusia terhadap alam dan lingkungan hidupnya.
Penulis hendak melihat permasalahan ini dalam kacamata kosmik-biologis dengan menerapkan metode elaboratif atas masalah itu.

IV Elaborasi Tanggapan

1 Tanggapan secara global
a. Peryataan etis terhadap alam semesta
Intervensi manusia terhadap alam telah mencapai tarap yang memprihatinkan. Relasi antara alam manusia tidak lagi seharmonis dulu. Penebangan hutan secara besar-besaran dapat dikatakan sebagai sebuah tindakan kekerasan yang dilakukan manusia terhadap alam. Oleh karena kekerasan manusia terhadap hutan, lingkungan hidup tak lagi bergerak secara seimbang dan menyebabkan ketidakharmonisan alam secara keseluruhan. Di banyak tempat terjadi pengrusakan, eksploitasi terhadap alam dan lingkungan hidup sekitar. Alam sudah mengalami “keterlukaan”. Akibat “kekerasan” yang dilancarkan manusia terhadapnya. Alam yang telah mengalami “keterlukaan” adalah akibat dari setiap tindakan manusia yang semena-mena terhadap alam dan lingkungan hidupnya. “Paksaan” atau “luka” adalah langsung mewakili sebuah tindak kekerasan. ”Keterlukaan”, “Kekerasan”,”paksaan”,”luka” adalah term-term yang dipakai penulis untuk mengistilahkan sebab-akibat yang dialami alam.
Intervensi manusia yang tidak proporsional telah menjadi paksaan dan luka bagi alam dan lingkungan hidupnya. Apakah penebangan hutan adalah sebuah tindakan kekerasan yang dapat lansung ditujukan kepada alam? Jawaban yang diberikan afirmatif. Sebab,penebangan hutan termasuk dalam kriteria pengrusakan lingkungan dengan demikian dapat dikatakan sebagai sebuah tindak kekerasan yang dilakukan manusia terhadap alam dan lingkungan hidupnya. Mengapa? karena menunjuk pada tindakan yang merusak harmonisasi, keratutaran kosmik, bertentangan dengan alam (contra naturam).
Pernyataan etisnya ialah setiap tindakan manusia untuk mengejar kebaikan. Apabila segala tindakan manusia itu terarah kepada tujuan kebaikan, lalu pertanyaan etisnya ialah bagaimana tindakan manusia bisa buruk bisa salah?. Dalam mencoba melihat dari pendekatan etis kosmik-biologis, apa yang baik untuk tujuan suatu hal belum tentu baik untuk suatu yang lain. “Manusia adalah bagian dari keseluruhan alam semesta, dengan melihat diri sebagai gagian dari keseluruhan alam semesta, manusia hendaknya bukan hanya terbatas pada memperbaiki pandangannya terhadap alam, tetapi langsung mengambil sikap baru yaitu kembali bersahabat dengan alam, sebab manusia dan alam merupakan satu kesatuan yang salin berhubungan dan saling tergantung...Bukan lagi saatnya bagi manusia untuk mengklaim bahwa manusialah penguasa atau pemilik tungal alam semesta...”.
Pandangan bahwa alam tidak boleh dieksploitasi untuk tujuan ekonomis, langsung dapat dimengerti bahwa esensi nilainya tidak terbatas pada tataran ekonomis. Pandangan bahwa alam memiliki nilai ekonomis lahir dari pengaruh rasionalisme manusia sehingga alam tidak lagi dipandang sebagai bernilai ekologis. Kesadaran ekonomis menghapus kesadaran ekologis. Kesadaran ekologis menjadi lenyap karena tindakan manusia yang tidak pada porsinya yang pas dan tepat terhadap alam. “Alam dipandang hanya bernilai ekonomis, kurang bernilai ekologis, Artinya, alam ini bernilai untuk dipakai tetapi kurang bernilai untuk dipelihara” . Dengan demikian betul bahwa manusia hanya menyadari sebagai pemilik yang otoriter terhadap alam, ia lupa bahwa ia memiliki kewajiban moral yakni dengan menjalin relasi yang harmonis bersama alam dengan cara memelihara dan melindungi.

b. Klarifikasi kekuasaan dan kebebasan manusia atas alam semesta
Manusia tidak boleh begitu saja melakukan apa yang dapat diperbuatnya. Manusia harus mengambil sikap yang benar dan bertanggungjawab. Manusia harus mempertimbangkan perbuatannya sebagai bagian dari keseluruhan alam semesta ini. Logika yang diturunkan Tuhan kepada manusia dalam Kitab Suci kej 1: 27 dimaksudkan bahwa manusia diberi kebebasan untuk berpartisipasi dalam tata ciptaan Tuhan dengan merawat, memelihara, bukan dimaksudkan untuk dirusak demi kepentingan egoisme manusia. Tuhan tidak memaksudkan bahwa alam dengan diberi wewenang untuk dikuasai lantas manusia berwewenang untuk merusak.

c. Hutan sebagai species dari alam semesta secara keseluruhan
Alam memiliki nilai sebagai keseluruhan dari alam semesta. Hutan adalah species dari alam semesta ini. Yang dimaksudkan lagi adalah hutan kayu. Hutan, spesifik lagi kayu, memiliki nilai ekonomis sekaligus juga nilai estetika, tetapi jangan lupa bahwa hutan memiliki nilai ontologis menurut kodratnya. Hutan sebagai species alam semesta, menyumbang nilai pada alam semesta secara keseluruhan. Maka penebang hutan adalah tindakan manusia yang menghapus nilai sebagai kesatuan alam semesta sekaligus menghapus nilai estetika dan menghapus nilai ontologisnya sebagi demikian.
Alam sebagai bagian dari keseluruhan tatanan kosmos memiliki nilai ontologis, hutan sebagai species dari keseluruhan juga memiliki nilai ontisnya. Membabat hutan adalah tindakan yang hanya dapat dilakukan oleh manusia entah itu dengan menggunakan alat berat, mesin gergaji elektrik dan diesel dan lain-lain, adalah sebuah tindak kekerasan terhadap alam. Membabat hutan atau deforestasi bukan sebuah indikasi sebagai sebuah tujuan reforestasi, sebab secara ontologis hutan kayu sudah pada tataran kodratnya sebagai demikian. Hutan adalah bagian dari alam, alam itu bernilai pada dirinya sendiri maka perlu dipelihara, jadi dengan demikian alam juga jelas bernilai pada dirinya sendiri.

2. Penebangan hutan sebagai sebuah problem etis
a. Fakta
Penebangan hutan (Deforestasi) sebuah problem etis yang serta merta juga sebagai sebuah keprihatinan moral dewasa ini. Banyak fakta, kejadian tindakan penebangan hutan, yakni hampir semua terjadi diseluruh kawasan tanah air Indonesia sebagia besar di Kalimantan dan Sumatera. Dan banyak pula fakta, kejadian yang dirasakan sebagai akibat dari penebangan hutan seperti banjir, tanah longsor, terjadi penggurunan atau tanah menjadi gundul, air sungai menjadi keruh, mahhluk hidup dan species lain habitatnya menjadi terganggu, terjadi ketidakseimbangan ekosistem dan lain-lain. Banjir, air sungai keruh dapat berakibat fatal bagi kehidupan manusia dengan munculnya wabah penyakit seperti diare, muntaber. Dan bukan hanya itu, tetapi juga tanah longsor dapat merugikan dan merenggut hidup manusia dan masih banyak lagi fakta lainnya. Hal ini (penebangan hutan) merupakan salah satu dari sekian tindakan sebagai timbulnya permasalahan yang sangat kompleks dalam tata kosmos.
b. Akibat teknologi tak sadar lingkungan.
Siapa pelaku tindakan penebangan hutan? Di Kalimantan dan di Sumatera ialah seringkali yang terjadi adalah mengatasnamakan perusahaan kayu entah apapun status hukumnya antah itu legal logging atau illegal loging semua sama saja. Adalah manusia yang memiliki keahlian dan keberanian untuk menghadapi resiko dalam menebang, sedangkan yang tidak memiliki keahlian dan keberanian menghadapi resiko apapun tidak mendapat bagian. Yaitu manusia yang bekerja sebagai karyawan yang pada perusahaan kayu dan sebagainya yang dengan kegiatannya sebagai penebang diberi upah atau gaji dengan demikian ia dapat menghidupi keluarga, anak istri dan ia dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Apakah dalam rangka untuk memperoleh kesejahteraan itu dapat menjamin keberlangsungan kesejahteraannya anak-cucunya dikemudian hari? Kesejahteraan masyarakat tak sepenuhnya terjamin, tambahan lagi tidak bisa mengimbangi kerugian sosial dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya . Fakta bahwa alam, lingkungan hidup, hutan telah mengalami kerusakan ialah karena kurangnya promosi sikap manusia yang benar dan bertanggungjawab terhadap alam. Hutan yang telah rusak itu menjadi ancaman bagi keutuhan alam semesta. Keserasian alam tidak terlihat lagi. Dengan menebang hutan species yang lain terganggu. Di kawasan tertentu lingkungan alam tidak lagi dilihat dan dialami sebagai keserasian.
c. Pandangan dan sikap Etikawan
Hutan yang rusak mengakibatkan degradasi lingkungan. Misalnya penebangan kayu besar menggakibatkan rusaknya kayu-kayu yang kecil. Mengurangi atau menghancurkan keanekaragaman hayati (merusak sistem biodiversity). Biodiversity memiliki peran secara keseluruhan bagi manusia. Peranannya sangat penting yaitu pertama, peran ekologis, antara lain; menyerap dan menyimpan energi, mengontrol erosi, mengatur suhu, peran kedua, adalah peran etis; mengajak manusia untuk melestarikan dan memajukannya bukan sebaliknya menghancurkan dan membuat cacat cela bagi keanekaragaman hayati. Biodiversity juga memiliki peran ilmiah, yaitu menyediakan diri sebagai obyek penelitian ilmiah.
Alam sebagai keutuhan biosfer . Bagaimana dengan sikap manusia terhadap alam?, Franz Magnis Suseno mengatakan: ”Campur tangan manusia dengan alam yang memang harus berjalan terus selalu dijalankan dalam tanggungjawab terhadap kelestarian semua proses kehidupan yang sedang berlangsung. Terutama manusia, akhirnya menjadi peka terhadap keseimbangan suatu ekosistem. Campur tangan manusia bernafaskan tanggungjawab terhadap kelangsungan semua proses kehidupan. Bagimanapun, manusia tidak mengurangi kadar kehidupan lingkungan”.

3. Dua pandangan yang saling bersaing
a. Human centered ethic
Perspektip ini memposisikan manusia pusat alam semesta, yaitu pengistimewaan kedudukan manusia. Manusia memahami diri sebagai pusat ciptaan, sehingga ia juga menjadi ukuran ciptaan. Tujuan tindakan manusia adalah untuk peningkatan kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. “Manusia dan kepentingannya dianggap paling menentukan dalam tatanan ekosistem...nilai tertinggi adalah manusia” . Tujuan tindakan manusia yang berpusat pada manusia (anthroposentrisme), seringkali tanpa mempertimbangkan habitat mahluk hidup lainnya. Penebangan hutan (deforestasi) seringkali merusak dan melukai kehidupan species lain. Misalnya Orang utan tidak lagi dapat berkembang biak karena terancam habitatnya.
Tindakan manusia dipandang baik karena tujuannya untuk manusia sendiri. Dengan demikian menurut jalan pikiran human centered ethic ini, kesejahteraan manusia lebih penting daripada kesejahteraan alam semesta itu sendiri secara keseluruhan. Yang dimaksudkan keseluruhan langsung menujuk pada keutuhan; harmonisasi alam semesta atau harmonisasi kosmik-bilologis.
b.Life centered ethic
Life centered ethic atau biosentrisme, perspektip ini tidak memposisikan manusia sebagai pusat ciptaan, tetapi mengistimewakan alam semesta sebagai keseluruhan. Biosentrisme menganut kepercayaan bahwa alam semesti sebagai keseluruhan sama-sama bernilai dan penting bagi satu sama lain. Tujuan tindakan manusia bukan pertama terpusat untuk kesejahteraan manusia, tetapi untuk semua mahluk hidup atau species-species lainnya.
Pandangan ini bersifat biosentris artinya berpusat pada kehidupan secara menyeluruh dengan demikian demi kesejahteraan semua mahkluk yang ada dalam alam semesta ini. Semua mahkluk yang dimaksudkan ialah manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan tanpa terkecuali. Hutan adalah species dari tumbuh-tumbuhan di alam ini. Hutan sebagai tumbuh-tumbuhan adalah sebagai tempat tinggalnya mahluk hidup lain, seperti orang utan, burung, serangga, segala macam margasatwa hutan lainnya.

V Penutup

a. Posisi argumen penulis
Secara keseluruhan
Manusia dipanggil bukan saja untuk bertindak, tetapi juga untuk bersikap Bersikap yang dimaksud adalah berpikir sebelum bertindak. berpikir ialah mempertimbangkan baik-buruk, dampak-negatif-positif, sebab-akibat, dan lain-lain sebagai cara untuk menjujung tinggi nilai. Sikap manusia terhadap alam semesta ialah dengan mendistingsi menggunakan pisau bedah yang tajam yakni hati nurani antara nilai yang harus dikejar, yang terus dihargai, terlepas dari masalah kegunaan, dengan fungsi.
Alam semesta yang luas ini dipersempit dengan menyebut keanekaragaman hayati atau biodiversity memiliki kekayaan nilai. Biodiversity memiliki kekayaan nilai yang dapat memperkaya manusia misalnya nilai estetika yang lewat nilai ini manusia dapat menemukan keindahan pencipta. Maka alam semesta secara khusus lagi keanekaragaman hayati adalah anugerah pencipta. Jadi apakah sebuah kebaikan? di sini ialah benar bahwa tindakan manusia itu meningkatkan sekaligus membangun dunia dan alam semesta secara keseluruhan.
Secara spesifik.
Manusia adalah bagian dari keseluruhan Ia adalah bagian dari species yang hadir dalam alam semesta ini. Dalam kasus perusakan lingkungan hidup penebangan hutan, atas nama apapun dan dilakukan oleh siapapun, harus segera diakhiri jika keberadaan mahluk hidup lainnya termasuk manusia dapat survive, terpelihara, tinggal dalam sebuah keharmonisasin.
Pengrusakan terhadap hutan kayu merupakan sebuah tindak kekerasan terhadap hutan itu sendiri. Tindakan itu dikatakan sebagai tindak kekerasan, karena melukai, menghilangkan, menghapus keberadaan hutan itu sendiri yang di dalam dirinya sendiri sebagai species dari alam semesta memiliki banyak nilai. Bagaimana dengan manusia sendiri?. Manusia memiliki hati nurani sebagai senjata untuk membedakan tindakannya. Manusia memiliki kodrat “kelunakan” . Tindakan manusia terhadap alam juga mengandaikan kelunakan agar relasi antara alam dan manusia dapat harmonis. Maka argumentasi dan keputusan moral manusia harus berdasar pada hati nurani, bukan sebagai tindakan manasuka atau sesuka saya.
Sebuah penilaian etis
Tindakan menebang kayu untuk kepentingan industri untuk mengumpulkan modal kekayaan, harus dipertimbangkan ulang. Bagaimana dengan penebangan kayu seperti misalnya yang dilakukan orang Dayak yang masih menerapkan sistim perladangan tradisional? Kiranya untuk menjawab persoalan ini perlu melihat kedudukan manusia itu dalam hidup bersama alam. Alam sebagai anugerah dari pencipta menyediakan diri untuk hidup manusia. Kesadaran manusia akan alam yang menyediakan diri ialah karena manusia mampu mengatakan cukup. “Cukup untuk keberlangsungan hidupku”. Orang Dayak memang memiliki kebiasaan berladang tak menetap dan dengan membuka ladang baru, mereka pasti menebang kayu dan membakarnya, tetapi itu dalam skala yang relatif kecil untuk mempertahankan hidupnya. Maka orang Dayak bukan pembabat hutan apalagi untuk kepentingan industri, untuk mengumpulkan modal kekayaan dan lain sebagainya.
Jika intervensi perusahaan industri terhadap hutan diperkenankan, maka tak hanya mengenai jaringan, organ dan fungsinya tetapi juga mengenai nilai secara keseluruhan. Intervensi hanya dapat diterima dalam arti “mengolah” dan “mengolah” itu memberi kontribusi sejauh agar manusia hidup cukup dari alam dengan tetap menghormatinya sebagai yang bernilai bagi dirinya sendiri sebagai ciptaan. Sikap manusia seperti ini ialah sikap sebelum bertindak, agar tindakannya menurut keadilan alam. Sebab, alam harus diperlakukan secara adil. Pandangan kosmik-biologis dapat membantu manusia untuk mempertimbangkan kembali keputusan-keputusan serta tindakan-tindakannya. Kesadaran kosmik biologis harus membawa kepada mempromosikan nilai alam semesta secara keseluruhan, bukan semata-mata berhenti pada nilai kegunaan (ekonomis) bagi manusia.
b. Kesimpulan
Tindakan manusia terhadap alam terkhusus lagi terhadap hutan, tidak boleh sewenang-wenang. Manusia dari dirinya sendiri menuntut hormat mutlak terhadap kriteria mendasar moralitas hati nuraninya. Dengan demikian tindakan itu harus disertai dengan hati nurani. Inilah kebijaksanaan yang harus dipegang agar tindakan manusia tidak menjurus ke hal-hal yang berbahaya bagi kehidupan alam semesta ini secara keseluruhan.
Maka perlu sebuah pendidikan sadar lingkungan hidup dan kepedulian terhadap lingkungan dari berbagai kalangan agar manusia dan alam dapat hidup harmonis. Semua bukan saja diharapkan mempromosikan tindakan merawat, memelihara, membela dan lain sebagainya, tetapi juga melibatkan diri membangun dan melestarikan alam.
Jadi perlu tindakan membangun dan melestarikannya sebagai wujud kesadaran bahwa manusia adalah bagian dari alam semesta dan bahwa kelestarian dan keutuhan alam semesta akhirnya sangat perlu (necessary) bagi manusia.



Kepustakaan


Riyanto, Armada, Etika; Catatan Kuliah, Malang: STFT Widya Sasana, 2000

Chang, William, Moral Lingkungan Hidup, Yogyakarta: Kanisius, 2001

Komisi Internasional untuk Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (KPKC), Buku Pegangan bagi Promotor Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan,Yogyakarta: kanisius, 2001

Borrong, Robert. P, Etika Bumi Baru, Jakarta: Gunung Mulia, 1999

Greer, Jed dan Kenny Bruno, Kamuflase Hijau; Membedah Idiologi Lingkungan Perusahaan-perusahaan Transnasional, (Penerjemah: Soediro), Jakarta: Obor, 1999

Santosa, Heru, Landasan Etis bagi Perkembangan Teknologi, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1999

Keraf, Sonny, Etika Lingkungan, Jakarta: Kompas, 2002

Junus, A. George, Pola-Pola Gerakan Lingkungan; Refleksi Untuk menyelamatkan Lingkungan dari Ekspansi Modal,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003

Mulkan, Abdul Munir, dkk (ed), Membongkar Praktik kekerasan ; Menggagas Kultur Nir-kekerasan, Yogyakarta: Pusat Studi Islam dan Filsafat UMM bekerjasama dengan Sinergi Press, 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar