Rumah Betang (So Langke) Identitas filsafat orang Daya'

Rumah Betang (So Langke) Identitas filsafat orang Daya'
Rumah Betang (So Langka) Spiritualitas harmoni orang Daya' . Dari So langke mengalir peradaban, budaya, tradisi, adat istiadat. So Langke simbol dari kompleksitas dan religiositas orang Daya turun temurun. Simbol keharmonisan hidup orang Daya' bersama ciptaan.

Azimat Kehidupan

Keharmonisan adalah tepat, mungkin jika tak usah mengharapkan orang lain berotak cerdas secerdas dirimu, akan tetapi dapat diwajibkan untuk memiliki hati yang peka melihat suatu hal positif dalam hidupnya. benar bahwa hidup adalah untuk menjadi orang baik. Setiap peradaban manusia di dunia ini sebenarnya ingin mencari yang jauh lebih baik karena sadar bahwa kebaikan hati merupan surga dan dan pokok utama kebijaksanaan Ilahi yang hadir di dunia ini. Namun usaha manusia terpatri pada anugerah yang diberikan oleh Sang Kebijaksanaan. Manusia bukan hanya mampu untuk takut dan membenci tetapi juga untuk berharap dan berbuat baik. Hati orang bodoh ada di mulutnya, tetapi mulut orang bijaksana ada di hatinya. Untuk itu menghormati sesama manusia merupakan syarat utama peradaban.

"Aselong balu' mata' aso, bauling balu' dano'

Datang! dan nikmatilah....

Hidup itu dipikirkan dan dijalankan, serta dihayati dalam spiritualitas:
Aselong balu' mata aso', bauling balu' dano
(hendaklah hidupmu tampak jernih laksana cahaya mentari, dan damai laksana telaga)
Mulai kini, saat ini, dan dimanapun kamu berada.

Laman

Kamis, 10 Juni 2010

USAHA MANUSIA MENGGAPAI KEBENARAN; Beriman dengan Rasio, beriman dengan Hati (Menggagas Kemungkinan Filsafat Dualisme Blaise Pascal)

USAHA MANUSIA MENGGAPAI KEBENARAN;
Beriman dengan Rasio, beriman dengan Hati
(Menggagas Kemungkinan Filsafat Dualisme Blaise Pascal)

Oleh: Kosmas Ambo Patan

Pendahuluan

If man is not made for God, how is it that he can be happy only in God? If man is made for God, how is it that he is so opposed to God?

Dalam diri Blaise Pascal terdapat dualisme dalam upayanya menggapai kebenaran. Di satu pihak dia berminat memakai ilmu pengetahuan, di lain pihak dia adalah seorang pembela iman. Dari pandangannya tentang Le Coeur a ses raisons que la raison ne point, (hati memiliki alasan-alasan yang tidak dimengerti oleh rasio) , seakan ia mau meremehkan rasionalitas manusia. Tetapi sebenarnya Blaise Pascal mau mengatakan bahwa hati dan rasio bukanlah dua hal yang bertentangan dan tidak saling meremehkan satu dengan yang lain.

Dalam upaya pencarian semacam ini, kami mencoba menelusuri pemikiran dualisme Blaise Pascal. Kami memfokuskan perhatian kepada bagaimana usaha manusia mengenal Allah. Banyak cara manusia untuk mencari Allah namun dalam hal ini Pascal menawarkan cara yang mungkin dapat membantu manusia untuk sampai kepadanya. Dalam uraian ini pertama-tama digagas apakah kebenaran yang hendak digapai itu atau siapakah yang menjadi sosok yang menghadirkan kebenaran itu?. Dalam uraian selanjutnya dimunculkan dua cara manusia untuk sampai kepada kebenaran. Bagaimana budi berperan dalam pencarian itu dan bagaimana hati juga berperan untuk sampai kepada kebenaran sejati itu. Dan sebagai epilog dari penelusuran ini akan dimunculkan sebuah kesimpulan, bagaimana konvergensi antara Budi dan Hati sama-sama berperan sebagai sarana untuk sampai kepada keotentikan kebenaran itu sendiri.

Pencarian akan Kebenaran

‘Sang Kebenaran’ yang dimaksud oleh Blaise Pascal ialah Allah. Allahlah Sang Kebenaran sejati. Akal budi manusia tidaklah cukup untuk sampai kepada kebenaran yang sejati itu. Akal budi akan sampai kepada kebenaran sejati jika dibarengi dengan upaya lain yaitu dengan beriman. Beriman dengan menggunakan hati. Menurut Pascal, manusia adalah mahkluk yang senantiasa mencari Allah. Mencari Allah oleh karena manusia membutuhkan Allah dalam hidupnya.

Konsekuensi dari pandangan Pascal tentang manusia yang demikian itu ialah bahwa manusia akhirnya dilihat sebagai mahkluk yang nista sekaligus luhur. Manusia yang nista disebabkan oleh hidupnya yang tanpa Allah atau tak beriman. Akhirnya manusia jatuh dalam kehidupan yang kacau atau keadaan hidup yang serba chaos. Maka. situasi inilah yang akhirnya melatarbelakangi manusia untuk berusaha kembali menelusuri jejak-jejak kebenaran asali hidupnya. Manusia terus senantiasa dengan kapasitas rasionalitasnya mencari jalan mengatasi hidupnya yang telah kacau itu.

Beriman dengan Rasio

Blaise Pascal adalah seorang apologet. Dengan cara itu, Pascal mengajak orang sezamannya untuk menunjukkan kelemahan orang-orang yang skeptis yang tidak mengakui eksistensi Allah. Dalam upayanya itu Pascal menggunakan rasionalitasnya untuk mempertahankan iman dan upayanya ini harus dikatakan sebagai caranya untuk beriman kepada Allah. Ia membela iman dengan kemampuan akal budinya. Argumen rasio yang digunakan oleh Pascal adalah argument Le Pari atau argument pertaruhan. Pembuktian akan eksistensi Allah harus diakui merupakan satu kegiatan berpikir untuk memahami dan mengenal Allah dengan argumentasi yang masuk akal.

Kegiatan akal budi mencerminkan satu cara untuk mengartikulasikan pikiran tentang pengalaman implisit manusia akan Allah. Pembuktian itu bermaksud untuk menawarkan satu pendekatan untuk berdialog dengan semua orang tentang eksistensi Allah. Tujuan dari aktivitas akal budi yaitu untuk memahami bahwa Allah ada. Di samping untuk mempertanggungjawabkan pemahaman itu secara masuk akal dan jelas kepada orang lain bahwa Allah itu ada . Dari kodratnya, manusia senantiasa ingin memperoleh pengetahuan yang benar. Oleh karena itu, ia melakukan suatu tindakan yang hakiki dengan berefleksi. Baik secara sederhana maupun secara ilmiah.

Beriman dengan Hati
Manusia, tidak hanya mengetahui kebenaran dengan rasio tetapi juga dengan hati. Yang dimaksud dengan hati adalah kapasitas lain yang pasti dari manusia selain kapasitas rasio. Lebih lanjut yang dimaksudkan dengan hati pula ialah bukan terbatas pada emosi belaka. Hati adalah inti eksistensi keberimanan manusia. Manusia mengenal kebenaran bukan hanya melalui akal budi, melainkan juga melaui hati . Hati adalah sarana yang sempurna untuk beriman, untuk merasakan Allah. Karena Allah masuk dalam hati . Hati disejajarkan Pascal dengan kehendak atau will yang berkaitan dengan kepercayaan. Bagi manusia yang beriman, bahwa cara untuk mengenali Allah yang diimaninya dituntut agar ia mengenali-Nya dengan hati. Mengenali Allah adalah tujuan disiplin kontemplasi . Iman memang mempertajam penglihatan batin dalam rangka kontemplasi tetapi hatilah yang melengkapinya untuk sampai kepada pengenalan akan Allah.

Kesimpulan

Blaise Pascal membuktikan bahwa untuk mencapai kebenaran yang sejati itu menggunakan dua kapasitas yang ada dalam diri manusia yaitu dengan hati yang memakai pendasaran atau argument rasio. Jadi jelas bahwa tidak ada pertentangan antara rasio dan hati, sebab seperti yang telah diuraikan bahwa hati tidak sebatas pada tataran emosi. Dengan kata lain hati dan rasio sejalan. Hati adalah unsur pemahaman yang dapat menangkap prinsip-prinsip pertama kenyataan secara lain dari rasio. . Untuk beriman, manusia menggunakan hati sedangkan untuk membela iman tak terlepas dari peran rasio. Upaya Blaise Pascal untuk sampai kepada kebenaran, tidak serta merta meremehkan peran akal budi.

Dalam teologi skolastik, Anselmus dari Canterbury bahwa prioritas iman tidak menyaingi usaha pencarian yang khas bagi akal budi. Kenyataannya, akal budi tidak diminta untuk menilai pokok-pokok isi iman. Itupun akal budi tidak mampu karena itu tidak termasuk fungsinya. Fungsinya ialah mencari makna, menemukan penjelasan-penjelasan, yang kiranya memungkinkan siapapun untuk mencapai pengertian tertentu akan pokok-pokok isi iman, Anselmus manggarisbawahi kenyataan, bahwa akal budi harus mencari yang dicintainya; semakin mencintainya, semakin ingin untuk mengertinya. Siapapun yang hidup bagi kebenaran, pada dasarnya ia sedang mencapai bentuk pengertian, yang semakin bernyala karena mencintai yang dikenalinya, sementara harus mengakui bahwa ia belum mencapai yang diinginkannnya.
Maka kebenaran adalah sebuah dambaan. Untuk itu kebenaran sebagai yang didambakan selalu mendorong akal budi untuk maju terus meraihnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa keselarasan yang mendasar antara iman dan pengertian yang bersandar pada rasio memiliki kekuatan. Artinya iman meminta, agar obyek difahami berkat bantuan akal budi. Dan pada puncak usaha pencariannya akal budi mengakui, bahwa tidak mampu berbuat tanpa yang disajikan oleh iman. Maka tampak jelas adanya suatu kerjasama antara peran budi dan peran hati dalam beriman untuk sampai kepada kebenaran sejati.

Refleksi atas uraian Pascal mengenai Rasio dan Hati

Pernyataan Pascal bahwa yang dapat mengetahui Allah secara langsung ialah hati’, ini tidak bermaksud mendewakan peran hati diatas rasio. Dari pandangannya ini dapat ditarik kesimpulan bahwa ada kesatuan yang mendalam dan tak terceraikan antara rasio(akal budi) dengan iman (hati). Allah memang bisa difahami dengan hati, tetapi hanya menggunakan iman (hati), belumlah cukup. Karena itu diperlukan rasio yang membantu manusia beriman untuk mengenal Allah yang diimaninya secara lebih mendasar dan mendalam.

Rasio dan hati bukanlah dua realitas ekstrim berbeda satu sama lain dalam menggapai kebenaran sejati, oleh karena itu tidak ada persaingan antara ilmu pengetahuan dengan iman. Dengan ilmu pengetahuan, manusia dapat mencapai tujuan tanpa terhambat jika melalui jiwa yang diarahkan dengan tepat ia mencarinya di dalam cakrawala iman. Oleh karena itu akal budi dan iman tak dapat dipisahkan tanpa mengurangi kecakapan manusia untuk mengenali diri, dunia dan Allah melalui cara yang sungguh sesuai.


KEPUSTAKAAN

Pascal, Blaise, Pensees, London (United Kingdom): Fount Paperbacks HarperCollins Publisher, 1995

Hardiman, F. Budi., Filsafat Modern; dari Machiavelli sampai Nietzsche, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004

Tjahjadi, Simon Petrus, L, Pertualangan Intelektual; Konfrontasi dengan para Filsuf dari zaman Yunani hingga zaman modern, Yogyakarta: Kanisius, 2004

Mardiatmaja, B.S, Beriman Dengan Sadar, Yogyakarta: Kanisius bekerjasama dengan Nusa Indah, 1985

Sermada Kelen, Donatus, Filsafat Ketuhanan, Malang: STFT Widya Sasana, 2006

Suharyo, I, Pusat-Pusat Kehidupan; Percikan Inspirasi Untuk Membangun Kehidupan Kristen yang Lebih Kokoh, Yogyakarta: Kanisius, 1992

Yohanes Paulus II, Fides et Ratio, Jakarta: DOKPEN KWI, 1999

Tidak ada komentar:

Posting Komentar